Article Detail

Bung Besar: Dari Marhaenisme, Soekarnoisme, hingga De-Soekarnoisasi

Tanggal 6 Juni merupakan salah satu hari yang penting untuk diingat, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah peradaban Bangsa Indonesia. 

Sejarah mencatat, 6 Juni merupakan tanggal kelahiran Sang Putera Fajar yang kelak akan menjadi pemimpin pertama Bangsa Indonesia. Ir. Soekarno merupakan salah satu tokoh yang sangat berpengaruh dalam sejarah peradaban Bangsa Indonesia. Pengaruh yang dimiliki oleh Bung Besar, bahkan masih terasa hingga saat ini. 

Terlepas dari banyaknya politisi keturunan sang Proklamator yang aktif hingga saat ini, pengaruh Bung Karno di Indonesia menjadikan Indonesia dan Soekarno sebagai dua hal yang identik dalam beberapa aspek.

Dalam kesempatan ini, penulis akan membahas 3 hal yang berkaitan dengan Sang Orator Ulung. Ketiga hal tersebut adalah Marhaenisme, Soekarnoisme, dan de-soekarnoisasi. Ketiga hal tersebut merupakan tiga aspek, yang berkaitan erat dengan perjalanan pengaruh Bung Karno dalam sejarah peradaban Bangsa. Berikut adalah penjelasannya :

Marhaenisme

Marhaenisme merupakan konsep ideologi yang digagas oleh Bung Karno pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Esensi kata Marhaenisme sendiri, hingga saat ini memiliki 2 versi yang berbeda. 

Dalam versi pertama, kata marhaenisme diambil dari nama seorang petani (yang bernama Aen dan kemudian dipanggil oleh Bung Karno dengan "Mang Aen) yang menggarap lahannya dengan peralatan sederhana yang dimilikinya. 

Sedangkan dalam literatur lain, marhaenisme merupakan sebuah akronim dari Marx , Hegel, dan Engels. Sehingga marhaenisme menurut versi kedua, merupakan sebuah ideologi yang berpijak pada pandangan Hegel yang didukung oleh Karl Marx dan P. Engels.

Dalam kesempatan yang lain, dijelaskan juga bahwa marhaenisme merupakan sintesis ajaran Marxisme yang digagas oleh Karl Marx. Pandangan ini merupakan suatu argumentasi, yang didasarkan pada fakta bahwa Bung Karno sedikit banyak terpengaruh gaya pemikiran Karl Marx melalui karya-karya Marxisme-nya. 

Sedangkan Marx menegaskan bahwa kaum proletar merupakan kelompok masyarakat terbesar, yang harus merebut kekuasaan kapitalis untuk membentuk masyarakat yang tidak diklasifikasikan berdasarkan kelas-kelas. Soekarno sendiri menyatakan bahwa marhaenisme merupakan metode perjuangan dan asas yang menghendaki penghapusan kapitalisme dan imperialisme.

Soekarnoisme

Besarnya peran Bung Karno pada masa pra-kemerdekaan hingga masa-masa awal kemerdekaan, menjadikan Beliau sebagai salah satu sosok yang berpengaruh besar dalam peradaban Bangsa. 

Selain dikenal sebagai proklamator dan Presiden pertama, Beliau juga dikenal sebagai salah satu negarawan, yang menata dasar-dasar kebangsaan Indonesia. Konsep dan gagasan Bung Karno tentang kebangsaan Indonesia, bahkan bertahan hingga saat ini dalam bentuk Pancasila. 

Konsep-konsep dan gagasan Bung Karno tentang Kebangsaan Indonesia yang demikianlah, yang kemudian ter kodifikasi dalam bentuk "Soekarnoisme". Juti dalam bukunya yang berjudul "Beladjar Memahami Sukarno-isme", menyatakan bahwa Soekarnoisme adalah sebutan bagi ilmu, paham, ajaran, teori, sistem, praktik, bahkan kebiasaan hidup yang ditemukan dan atau dilakukan oleh Bung Karno.

De-Soekarnoisasi

Besarnya peran Bung Karno sebagai salah satu negarawan yang berpengaruh, ternyata disikapi lain oleh Jenderal Soeharto selaku suksesinya. 

Sejarah mencatat, kekuasaan Bung Karno selaku Presiden mulai melemah sejak meletusnya peristiwa G30S/PKI. Melemahnya kekuasaan Bung Karno semakin terlihat, ketika Beliau pada akhirnya mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar). 

Terlepas dari isinya yang hingga saat ini dianggap kontroversial oleh sebagian masyarakat dan pengamat, Supersemar pada akhirnya menjadi awal mula runtuhnya orde lama Bung Karno dan lahirnya orde baru pimpinan Jenderal Soeharto. 

Sebagai suksesi Bung Karno, ternyata Soeharto tidak terlalu suka dengan besar dan luasnya pengaruh Bung Karno terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia.

Permasalahan inilah yang kemudian mendorong Pak Harto untuk melakukan berbagai macam kebijakan, yang dinilai oleh para pengamat sebagai suatu upaya de-soekarnoisasi atau pelemahan atau penghapusan pengaruh Bung Karno dalam kehidupan masyarakat.

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment