Article Detail

Cemas Berkepanjangan? Waspada akan Anxiety

Semua orang pasti pernah merasa cemas. Baik itu cemas karena ujian, cemas ketika akan presentasi, cemas ketika interview kerja, cemas ketika harus membayar tagihan bahkan saat berinteraksi dengan orang lain pun kita kadang juga merasa cemas. Tetapi kamu ngga usah khawatir, kecemasan pada level ini masih termasuk kecemasan yang normal. Namun berbeda lagi jika kecemasan tersebut berlangsung secara terus-menerus dan terjadi tanpa sebab yang jelas.

Jadi, kapankah suatu kecemasan bukan sekadar perasaan yang datang dan hilang? Melainkan suatu penyakit yang serius? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka perlu kita ulik lebih dalam tentang perasaan cemas dan gangguan kecemasan atau anxiety. Tetapi sebelumnya terlebih dahulu mari kita bahas dahulu perbedaan antara anxiety (rasa cemas) dan fear (rasa takut).

Apabila kita ibaratkan rasa takut sebagai perasaan yang kita rasakan saat bertarung, maka rasa cemas adalah perasaan yang kita rasakan pada malam sebelum pertarungan. Rasa takut ditimbulkan oleh suatu ancaman yang jelas dan ada di depan mata. Sedangkan rasa cemas timbul akibat sesuatu yang akan terjadi dengan ancaman yang tidak ada di depan mata, namun mungkin harus dihadapi di kemudian hari.

Terkait rasa cemas ini, terdapat dua bagian otak yang berperan besar dalam memicu timbulnya perasaan cemas, yaitu amigdala dan prefrontal korteks. Bayangkan saja amigdala dan prefrontal korteks sebagai dua penjaga mercusuar. Amigdala bertugas untuk memantau ancaman yang akan datang, dan prefrontal korteks akan mengkonfirmasi apakah benar terdapat ancaman atau tidak. Namun bagi beberapa orang bagian otak ini tidak berfungsi dengan benar.

Bisa jadi, amigdala terlalu sensitif dan kemudian akan melihat ancaman di mana-mana. Selebihnya prefrontal korteks, tidak efektif dalam memastikan ancaman. Perubahan pada otak inilah yang menyebabkan sejumlah gangguan kecemasan atau anxiety disorders. Terdapat sejumlah gangguan mental, yang termasuk ke dalam “ Anxiety Disorders”. Bahkan PTSD dan OCD pun dulunya juga termasuk ke dalam kategori ini. Tetapi semenjak dikeluarkannya DSM – V. Keduanya kini berada di kategori mereka sendiri.

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment